الْحَمْدُ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَرْسَلَ إِلَيْنَا أَفْضَلَ الرُّسُلِ وَأَنْزَلَ عَلَيْنَا
أَفْضَلَ الكُتُبِ وجَعَلَنَا لَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
وَأَمَرَنَا بِالإِجْتِمَاعِ عَلى الحَق وَالهُدَى وَنَهَانَا عَنْ الإِفْتِرَاقِ
وَاتِّبَاعِ الهَوَى، أَحْمَدُهُ تَعَالَى وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي
لاَ تُحْصَى، وَأَشْهَدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الحُسْنَى
وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، تَرَكَ أُمَّتَهُ عَلَى
الْمَحَجَّةِ الْبََيْضَاءِ لاَ خَيْرَ إِلاَّ دَلََّهَا عَلَيْهِ وَلاَ شَرَّ
إِلاَّ حَذَّرَهَا مِنْهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِهِ وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْا النُّوْرَ
الَّذِيْ أُنْزِلَ مَعَهُ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah,
Segala puji
bagi Allah Subhanahu wata’ala, Rabb yang telah mengutus kepada kita
sebaik-baik utusan dan menurunkan sebaik-baik kitab suci. Saya bersaksi
bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain
Allah Subhanahu wata’ala semata yang memiliki al-asmaul husna. Saya
juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah hamba dan utusan-Nya yang telah menyampaikan risalah dengan penuh amanah
sehingga meninggalkan umat ini di atas agama yang jelas. Tidak ada satu
kebaikan pun kecuali umat telah diajak kepadanya. Tidak ada satu kejelekan pun
kecuali umat ini telah diingatkan darinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan
kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala
dengan sebenar-benar takwa dan marilah kita menjadi hambahamba- Nya yang
bersaudara. Yaitu bersaudara karena iman yang diwujudkan dengan saling
mencintai, kasih sayang, dan tolong-menolong dalam kebenaran serta saling
menasihati dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Al-Imam Ahmad dan al-Imam Muslim rahimahumallah meriwayatkan dengan lafadz yang
semakna dari jalan sahabat Abu Hurairah z dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa beliau bersabda,
إِنَّ اللهَ
يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ
تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ
جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلاَّهُ اللهُ أَمْرَكُمْ؛
وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya
Allah Subhanahu wata’ala meridhai untuk kalian tiga hal dan
membenci dari kalian dari tiga hal: Allah Subhanahu wata’ala
meridhai kalian agar beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa
pun; berpegang kuat dengan agama Allah Subhanahu wata’ala semuanya
(bersatu) dan tidak berceraiberai; serta agar menasihati orang yang Allah telah
jadikan sebagai penguasa bagi kalian. (Dan Allah) membenci kalian dari
mengatakan (setiap apa yang) dikatakan (kepada kalian), banyak bertanya, dan
membuang-buang harta.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Di dalam hadits yang mulia ini, Nabi Muhammad memberitakan bahwa Allah Subhanahu
wata’ala meridhai kita untuk memiliki tiga sifat yang dengannya seseorang
akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sifat-sifat tersebut adalah: Yang pertama
adalah agar kita memperbaiki akidah dengan memurnikan ibadah hanya untuk
Allah Subhanahu wata’ala dan berlepas diri dari berbagai jenis
kesyirikan. Ini adalah perkara pertama yang harus diperhatikan. Sebab, akidah
merupakan ondasi yang dibangun di atasnya amalan seseorang. Apabila baik
akidahnya, akan bernilai sebagai ibadah dan akan bermanfaat amal salehnya.
Adapun jika rusak akidahnya, amalannya tidak bermanfaat dan tidak bernilai di
sisi Allah Subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, seluruh rasul diperintah
untuk mengajak pada perbaikan akidah sebelum hal yang lainnya. Setiap rasul
mengatakan,
فَقَالَ يَا
قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
“Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Rabb bagimu selain- Nya.”
(al-A’raf: 59)
Perkara kedua yang Allah Subhanahu wata’ala ridha terhadap
hamba-Nya adalah agar kaum muslimin bersatu di atas agama-Nya dan meninggalkan
perpecahan. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengikuti jalan yang satu,
yaitu jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Kita tidak boleh berpecah belah dalam akidah dan ibadah serta dalam hal yang
berkaitan dengan hukum-hukum agama. Meskipun tidak dimungkiri bahwa berbeda dan
berselisih adalah sifat dan tabiat manusia, namun hal tersebut tidak berarti
diperbolehkan. Allah Subhanahu wata’ala telah memberikan jalan
keluar ketika terjadi perselisihan, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
فَإِن
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا
“Kemudian
jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al- Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan
lebih baik akibatnya.” (an-Nisa: 59)
Maka dari itu, jangan sampai kaum muslimin memiliki akidah dan ibadah yang
berbeda-beda. Begitu pula tidak boleh masing-masing menetapkan hukum, ini halal
dan ini haram dari dirinya sendiri tanpa berdasarkan dalil dan bimbingan ulama.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa berpecah belah adalah sifat orang-orang Yahudi dan
Nasrani yang kita dilarang untuk mengikuti jalan mereka sebagaimana
tersebut dalam firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَمَا
تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ
الْبَيِّنَةُ
“Dan
tidaklah berpecah belah orangorang yang didatangkan al-kitab kepada mereka
(Yahudi dan Nasrani) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.”
(al-Bayyinah: 4)
Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْبَيِّنَاتُ ۚ
وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.” (Ali-Imran: 105)
Dari ayat tersebut kita juga memahami bahwa perpecahan bukanlah rahmat. Justru
perpecahan adalah azab dan akan membuat kaum muslimin saling bermusuhan.
Perpecahan akan mencegah kaum muslimin untuk saling menolong dalam kebaikan.
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh kaum muslimin agar menjadi umat
yang satu, yaitu dengan
kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengikuti jalan Rasulullah n, baik
dalam akidah, ibadah, muamalah, maupun perselisihan yang terjadi di antara
mereka.
Perlu diingat, agama kita adalah agama yang menjaga persatuan dan kebersamaan
dalam banyak permasalahan, seperti dalam bermasyarakat dan bernegara, maupun
dalam menjalankan ibadah shalat, haji, berhari raya, dan yang semisalnya.
Karena itu, sungguh memprihatinkan keadaan sebagian kaum muslimin yang
berpecah-belah dalam kelompokkelompok tertentu yang masing-masing bangga dengan
kelompoknya serta fanatik buta membela kelompoknya tanpa melihat benar atau
salah.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ
الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ،
وَسَهَّلَ لَهُمْ طَرِيْقَ اْلوُصُوْلِ إِلَيْهِ لِيَصِلُوْهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا
وَإِمَامَنَا وَقُدْوَتَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ
بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا، صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah,
Adapun
perkara ketiga yang Allah Subhanahu wata’ala ridha untuk kita
menjalankannya adalah menegakkan nasihat terhadap penguasa dengan menaatinya,
mendoakan kebaikan untuknya ataupun membantunya untuk kebaikannya dan kebaikan
masyarakatnya. Penguasa yang dimaksud adalah penguasa muslim yang sah yang
memimpin suatu negeri dan memiliki wilayah serta kekuatan, baik dia menjadi
penguasa dengan cara dipilih maupun cara yang lainnya. Allah Subhanahu
wata’ala ridha kepada kaum muslimin untuk menaati pemerintah dalam perkara
yang ma’ruf serta untuk tidak melanggar aturan yang telah ditetapkannya selama
tidak bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu wata’ala.
Begitu pula orang-orang yang mengemban amanat atau tugas dari penguasa, seperti
para pegawai pemerintahan atau yang semisalnya, wajib
bagi mereka untuk menjalankan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tidakboleh
baginya untuk memanfaatkan tugas yang diembannya sebagai kesempatan untuk
mengeruk keuntungan pribadi atau orang-orang dekatnya sehingga berlaku tidak
adil dan merugikan masyarakat secara umum.
Hadirin
rahimakumullah,
Perlu diingat pula bahwa adanya seorang pemimpin muslim bagi suatu masyarakat
adalah karunia Allah Subhanahu wata’ala yang sangat besar. Tidak
bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila suatu negara tidak ada pemimpinnya.
Tentu kekacauan, rasa tidak aman, dan ketakutan akan
menyelimuti negeri tersebut. Namun, tentu saja seorang pemimpin tidak akan
menjadi sebab kebaikan ketika masyarakat tidak mau menaatinya dan
menghormatinya. Maka dari itu, sungguh hal ini merupakan prinsip-prinsip yang
sangat penting untuk dipahami dan diamalkan.
Demikianlah yang disebutkan dalam hadits yang mulia ini. Kandungannya akan
mendatangkan kebaikan yang besar jika kaum muslimin mengamalkannya dalam
kehidupannya.